Mengapa harus takut dengan sesuatu yang memberikan dampak positif bagi diri sendiri, dalam konteks ini adalah Perusahaan? Bila mau mengakui dengan kejujuran tingkat tinggi, sebenarnya yang ditakuti adalah perubahan. Perubahan dari situasi dan kondisi saat ini menjadi sesuatu yang totally brand new and luxury. Takut untuk merasakan rasa sakit yang harus dilalui dari kondisi kesalahaan yang saat ini belum disadari sampe akhirnya disadarkan dengan sendirinya bila pemahaman dan tujuan dari perubahan itu tersampaikan secara utuh.
Seperti ada peribahasa “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” yang kemudian semua pihak hanya ingin merasakan kesenangan tanpa menjalani kesakitan terlebih dahulu. Yang menjadi pertanyaan rasa sakit apa sie yang akan kita dapatkan dalam inisiasi penerapan tata kelola TI? Dalam pengalaman yang saya dapatkan antara lain adalah antara lain:
- Penolakan dari sebagian pihak yang enggan untuk berubah.
- Proses yang berjalan lambat diawal dikarenakan dilakukan adjustmentterhadap inisiasi tata kelola yang baru.
- Intimidasi dari sebagian pihak yang enggan untuk berubah.
- Respon yang lambat dari manajemen Perusahaan.
- Minimnya pengetahuan tata kelola yang dimiliki pihak internal Perusahaan maupun pihak eksternal.
Mungkin ada beberapa poin diatas yang ketika anda baca, kemudian respon anda tersenyum sendiri / bahkan terbelak karena tidak menyadari nyata dilakukan di lapangan, seperti mendapatkan intimidasi dari sebagian pihak yang enggan berubah. Intimidasi ini bisa mendapatkan nilai yang berbeda / sangat subjektif, tergantung sudut pandang dan referensi apa yang digunakan untuk menilainya. Tapi saya tidak ingin membahas hal itu lebih lanjut dalam tulisan ini.
Yang saat ini saya ingin coba tegaskan asal mula kenapa rasa sakit itu muncul dikarenakan belum adanya kesatuan latar belakang mengenai mengapa harus dilakukan tata kelola serta pengetahuan yang minim terhadap tata kelola itu sendiri. Semua harus diawali dan disetujui terlebih dahulu dari manajemen Perusahaan (top down) agar lebih mudah dalam penerapan di lapangan. Ibaratnya sudah mendapatkan surat tugas pelaksanaan.
Edukasi menjadi hal yang sangat penting, dan harus pula dibutuhkan pihak-pihak yang memiliki kompetensi yang mumpuni dalam penerapan tata kelola dikarenakan tidak hanya dibutuhkan pengetahuan namun pengalaman dan jam terbang inisitator didalam penerapan tata kelola menjadi titik nadir bagi keberhasilan tata kelola. Mengapa ini penting? Karena sifat tata kelola yang sangat generik bertolak belakang dengan proses bisnis Perusahaan yang sangat spesifik, membutuhkan analisa yang handal dari inisiator untuk menentukan starting point dimulainya tonggak perubahan tersebut.
Semua harus diawali dan disetujui terlebih dahulu dari manajemen Perusahaan (top down) agar lebih mudah dalam penerapan di lapangan.
Disamping itu komitmen menjadi hal sentral lainnya yang perlu dipegang oleh seluruh pihak yang terlibat. Komitmen ketika terjadi sesuatu hal diluar dan tetap menjaga penerapan berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditentukan sebelumnya. Kurang lebih, siapa yang berani pasang badan dan kepala jika sesuatu yang buruk terjadi? Pihak manajemen / inisiator / pihak lain?
Akhirnya, saya akan mengangkat sebuah quote dari Robin Sharma mengenai perubahan. Change is hardest at the beginning, messiest in the middle, and best at the end.